GALERI ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus)

Anak-anak berkebutuhan khusus merupakan anugerah sekaligus amanah dari Tuhan yang dipercayakan kepada orang tua. Mereka memiliki kebutuhan, perhatian, dan potensi yang istimewa. Yayasan Pusaka juga membina beberapa anak asuh yang termasuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus (ABK), totalnya ada 13 anak yatim berkebutuhan khusus. Berikut ini adalah kisah dari beberapa anak ABK yang berada dalam asuhan Yayasan Pusaka.

DAOP 1, Jakarta

Gibran Prasetyo, putra dari alm Bapak Rian Budiana (NIPP 47371) adalah salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami DMD, yaitu kelainan genetik berupa pelemahan otot yang bersifat progresif. Kondisi ini mulai dialami Gibran sejak duduk di bangku kelas 3 SD. Saat ini, Gibran sudah tidak bersekolah lagi, namun direncanakan akan mengikuti program home schooling mulai 2 Oktober 2024. Tim dari Yayasan Pusaka telah melakukan kunjungan ke rumah Gibran untuk memberikan dukungan dan motivasi, agar Gibran dan ibunya tetap memiliki semangat dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

Sebagai wujud kasih sayang, dukungan, dan komitmen berkelanjutan, Yayasan Pusaka juga memberikan bantuan berupa kursi roda kepada Gibran. Dalam proses pendampingan, terungkap bahwa Gibran memiliki ketertarikan dan bakat di bidang seni lukis. Dengan penuh semangat, Gibran dan ibunya mulai mencari informasi tentang sanggar lukis yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. Setelah menemukan yang sesuai, mereka pun mengunjungi dan mendaftarkan Gibran di sanggar tersebut. Dari sana, Gibran menerima perlengkapan dan media melukis yang mendukung kegiatannya. Bantuan pendidikan dari yayasan pun dimanfaatkan untuk menghadirkan guru privat ke rumah. Kini, selain dibantu oleh ibu, kakak, dan tantenya, Gibran rutin menjalani latihan membaca, menulis, serta mengikuti pelatihan menggambar dan melukis di rumah.

Alm. Hartono, yang sebelumnya bekerja di bagian JJ, meninggal dunia akibat penyakit liver. Beliau meninggalkan seorang istri dan lima orang anak. Anak pertama dan kedua merupakan anak kembar yang saat ini sedang menempuh pendidikan di SMK, anak ketiga bersekolah di tingkat SMP, anak keempat adalah anak berkebutuhan khusus yang belum bersekolah, dan anak bungsu masih duduk di bangku SD.

Siti Nurfadilah, anak keempat, merupakan anak berkebutuhan khusus. Sejak lahir, kondisinya sudah menunjukkan keistimewaan, salah satunya saat dilahirkan ia tidak menangis seperti bayi pada umumnya. Siti baru mulai bisa berjalan pada usia 3 tahun, kemampuan bicaranya pun tidak selancar anak-anak seusianya, meskipun pendengarannya tergolong baik. Namun, ia tidak bisa dilepas tanpa pengawasan karena cenderung mudah pergi tanpa arah dan bisa hilang.

Sang ibu sempat bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah seorang anggota kepolisian. Namun karena Siti memerlukan pengawasan penuh dan sering berselisih dengan anak majikan, sang ibu memutuskan untuk berhenti bekerja. Saat ini, beliau berencana memulai usaha kecil-kecilan dengan berjualan sembako dari rumah untuk tetap bisa mendampingi Siti.

Dahulu, Siti sempat bersekolah selama dua hari, namun setelah itu menolak untuk kembali bersekolah. Berkat dukungan dari Yayasan Pusaka, kini sang ibu kembali memiliki semangat dan telah mendaftarkan Siti ke Sekolah Luar Biasa (SLB) agar bisa mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Alm. Yohanson, yang terakhir menjabat sebagai kondektur Cipinang, meninggal dunia pada tahun 2018 di usia 52 tahun akibat serangan jantung. Ia meninggalkan seorang istri, Ibu Ernawati, yang kini menghidupi keluarga dengan berjualan risoles dan onde-onde yang dititipkan di berbagai warung. Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak. Anak pertama, berusia 28 tahun, bekerja sebagai Beauty Advisor di Derma Express Metro. Anak kedua, Anggie (posisi di tengah dalam foto pertama), adalah anak berkebutuhan khusus (tunarungu), sementara anak ketiga saat ini duduk di bangku SMA.

Anggie lahir dalam kondisi normal, namun pada usia 1 tahun ia mengalami kejang-kejang akibat demam tinggi yang menyebabkan gangguan pada sistem saraf. Meskipun memiliki keterbatasan dalam pendengaran, Anggie menunjukkan semangat yang luar biasa untuk mandiri. Ia sangat tertarik bekerja, khususnya di bidang kopi, dan ingin mengikuti pelatihan barista agar bisa mendapatkan sertifikat dan bekerja di “Kopi Tuli,” sebuah kedai kopi di Depok yang membuka peluang kerja bagi penyandang disabilitas.

Pada Agustus 2024, Anggie mengikuti pelatihan barista yang diselenggarakan oleh Yayasan Pusaka di kantor mereka di Bandung, bekerja sama dengan B5 Coffee & Supplier. Selama pelatihan, Anggie menunjukkan keterampilan yang sangat baik dalam meracik kopi. Saat diuji oleh instruktur pelatihan, Pak Fajar, ditemukan bahwa Anggie memiliki keistimewaan yang langka: kemampuan untuk mengenali aroma dan cita rasa kopi dengan sangat akurat. Pak Fajar, yang telah berpengalaman selama 14 tahun dalam dunia kopi, menyatakan bahwa hanya pernah menemukan dua orang dengan kepekaan seperti itu—satu berasal dari Bali, dan satu lagi adalah Anggie. Kemampuan Anggie ini menjadi bukti bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi seseorang untuk memiliki keunggulan luar biasa.

Ramdhan Adjie Pratama adalah seorang pemuda berusia 26 tahun yang menyandang disabilitas berat, dengan kondisi lumpuh total. Ia merupakan anak dari almarhum Bapak Agus Bachtiar salah satu pensiunan PT KAI dan Ibu Eti Suryati. Sejak mengalami kelumpuhan total, Ramdhan sepenuhnya bergantung pada bantuan orang lain untuk menjalani aktivitas sehari-hari.

Kehilangan sosok ayah membuat perjuangan keluarga ini semakin berat. Kini, sang ibu, Ibu Eti, menjadi satu-satunya tumpuan dalam merawat dan mendampingi Ramdhan. Dengan ketabahan dan kasih sayang yang besar, Ibu Eti terus merawat putranya tanpa mengenal lelah, meski kondisi fisik dan ekonomi keluarga kerap menjadi tantangan tersendiri.

Melalui kepedulian terhadap kondisi Ramdhan, Yayasan Pusaka hadir untuk memberikan dukungan dan perhatian sebagai bagian dari komitmen dalam mendampingi keluarga-keluarga dengan anak berkebutuhan khusus. Bantuan yang diberikan diharapkan dapat meringankan beban keluarga serta menjadi penyemangat bagi Ibu Eti dan Ramdhan untuk terus bertahan dan menjalani hari-hari dengan harapan.

DAOP 3, Cirebon

Ayah Lala, almarhum, merupakan pensiunan pegawai PT KAI yang bertugas di bagian Sie Jalan Bangunan. Menjelang masa pensiunnya, sang istri secara tak terduga hamil, dan kehamilan baru diketahui saat usia kandungan telah memasuki enam bulan. Saat pemeriksaan medis, dokter menyampaikan adanya indikasi kelainan pada janin. Meski begitu, kedua orang tua memutuskan untuk tetap melahirkan dan membesarkan anak tersebut dengan penuh cinta. Anak itu adalah Laudza Shafura Syaits, yang akrab disapa Lala.

Sejak kecil, Lala sangat disayangi oleh ayahnya. Almarhum selalu hadir memberikan dukungan penuh, terutama saat melihat kegembiraan Lala mengikuti gerakan senam dari instruktur. Dari situlah, orang tua menyadari bahwa Lala memiliki ketertarikan pada aktivitas tari. Kedua orang tuanya pun mendukung bakat tersebut dengan mengikutkan Lala ke sanggar tari. Seiring waktu, bakat Lala semakin terlihat—ia mampu mengikuti irama dan hafal ketukan musik. Kini, di tahun 2024, Lala sudah duduk di bangku SMA dan memiliki keahlian dalam beberapa tarian tradisional seperti Tari Topeng, Tari Merak, dan Ronggeng.

Lala dapat berkomunikasi, meskipun pengucapan suaranya kurang jelas dan cenderung mengulang kata-kata dari lawan bicaranya. Sejak kepergian sang ayah, Lala merasakan duka yang mendalam. Ia sering menangis ketika mengingat sosok ayahnya, dan setiap kali mengunjungi makam, ia menunjukkan kasih sayangnya dengan mencium nisan berulang kali, bahkan hingga lima kali atau lebih. Ketika hendak pulang pun, Lala kerap kembali ke makam untuk mencium batu nisan sang ayah sekali lagi.

Semasa hidupnya, ayahlah yang selalu mengantar dan menjemput Lala. Kini, setelah beliau tiada, tugas tersebut diambil alih secara bergantian oleh ibu dan kakaknya. Namun, kondisi ibu yang sudah lanjut usia membuatnya mudah lelah, sementara kakaknya juga memiliki kesibukan tersendiri. Selain itu, keterbatasan biaya menjadi tantangan tersendiri dalam mendukung perkembangan Lala.

Ibu Lala memiliki harapan besar agar anaknya kelak dapat hidup mandiri. Tim dari Yayasan Pusaka juga telah memberikan bimbingan kepada sang ibu, termasuk metode sugesti positif yang bisa disampaikan kepada Lala saat tidur, guna membentuk pola pikir yang lebih percaya diri dan mandiri dalam dirinya.

Nurajizah Suryani, yang akrab disapa Nur, adalah anak dari almarhum mantan pegawai PT KAI. Saat ini Nur masih duduk di bangku Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) di SLB Budi Utama, Kesambi. Ia merupakan anak yatim dan termasuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus.

Nur dikenal sebagai pribadi yang pemalu, namun tidak tertutup terhadap lingkungan sekitarnya. Ia cukup mudah didekati dan memiliki kemampuan komunikasi yang cukup baik. Ucapannya bisa dipahami, meskipun sesekali ia menekankan suara dalam berbicara. Dalam kehidupan sehari-hari, Nur menunjukkan beberapa kemandirian. Ia sudah bisa pergi jajan sendiri ke warung, mampu menjalankan tugas belanja dari ibu dengan bantuan daftar belanja, serta sering membantu membersihkan halaman rumah, bahkan halaman tetangga.

Saat ini, Nur dinilai masih memiliki potensi besar untuk dilatih menjadi lebih mandiri. Orang tuanya telah mendapatkan pendampingan dari Pak Saiful, seorang psikolog dari Yayasan Pusaka. Dalam pendampingan tersebut, keluarga diberikan pemahaman tentang pentingnya komunikasi yang efektif dengan anak, pembentukan persepsi positif, serta metode pemberian sugesti saat anak tertidur untuk membantu perkembangan mental dan emosionalnya.

Secara akademik, Nur sudah bisa membaca dan berhitung dasar. Namun, ia belum memahami konsep nilai uang secara menyeluruh—misalnya, ketika memegang dua lembar uang dua ribu rupiah, ia tetap menyebutnya sebagai “dua ribu”, bukan “empat ribu”.

Salah satu kendala yang cukup berat bagi keluarga saat ini adalah biaya transportasi harian ke sekolah yang mencapai Rp 25.000 per hari. Selain itu, Nur juga membutuhkan terapi tambahan berupa aktivitas bermain peran, puzzle, dan program pendidikan khusus lainnya untuk mendukung proses tumbuh kembangnya menuju kemandirian.

Diana Utami adalah seorang perempuan penyandang disabilitas tunarungu yang saat ini berusia 28 tahun. Ia merupakan anak dari almarhum Bapak Rachmat, seorang pensiunan pegawai PT KAI, dan Ibu Ani Sulastri. Sejak kecil, Diana telah hidup dengan keterbatasan dalam pendengaran, namun tetap menunjukkan semangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari bersama keluarganya.

Dalam upaya memberikan perhatian dan dukungan terhadap keberlangsungan hidup Diana, Yayasan Pusaka hadir memberikan bantuan berupa uang tunai. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban keluarga, serta menjadi dorongan moral bagi Diana dan ibunya untuk terus berjuang dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada.

Yayasan Pusaka memahami bahwa setiap anak berkebutuhan khusus memiliki potensi unik yang patut didampingi dan dikembangkan. Oleh karena itu, bantuan yang diberikan tidak hanya bersifat materi, tetapi juga merupakan bentuk kepedulian dan komitmen untuk terus mendampingi keluarga-keluarga yang membutuhkan, terutama mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kebutuhan khusus.

Galih Saputra Sopyan adalah seorang pemuda berusia 27 tahun yang merupakan penyandang disabilitas intelektual. Ia adalah anak dari almarhum Bapak Asep Sopyani, seorang pensiunan PT KAI, dan Ibu Tini Suhartini. Sejak kecil, Galih tumbuh dengan keterbatasan dalam hal kemampuan intelektual yang memengaruhi cara berpikir, belajar, dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun memiliki keterbatasan, Galih didampingi oleh keluarga yang penuh kasih sayang. Sang ibu, Ibu Tini, dengan sabar dan penuh ketekunan terus mendampingi dan merawat Galih dalam kesehariannya. Sejak ditinggal oleh ayahnya, peran ibu menjadi semakin sentral dalam memastikan Galih tetap mendapatkan perhatian dan dukungan yang dibutuhkan.

Yayasan Pusaka turut hadir memberikan perhatian kepada Galih sebagai bagian dari komitmennya untuk mendukung anak-anak dan pemuda penyandang disabilitas, termasuk disabilitas intelektual. Bantuan dan pendampingan yang diberikan diharapkan dapat memberikan harapan serta semangat bagi Galih dan ibunya untuk terus bertahan, berkembang, dan menjalani kehidupan dengan lebih baik.

DAOP 4, Semarang

Almarhum Bapak Wardi salah satu pensiunan pegawai KAI meninggalkan tiga orang anak, dua di antaranya merupakan anak berkebutuhan khusus. Anak pertama mengalami gangguan penglihatan pada mata kirinya, namun kini telah mandiri dan bekerja di sebuah bengkel motor. Anak kedua, Syifa Nurdiana, saat ini masih menempuh pendidikan di sekolah inklusi yang bekerja sama dengan CSR KAI, dengan fokus pada pelatihan kemandirian. Ibu mereka menjalani aktivitas sehari-hari dengan membuka warung kecil yang menjual kebutuhan pokok seperti sembako.

Saat masih kecil, Syifa sempat mengikuti les tari di sebuah sanggar. Namun setelah beberapa minggu, ia kehilangan minat dan memutuskan untuk tidak melanjutkannya. Syifa dikenal sebagai pribadi yang pemalu, terutama terhadap lawan jenis, dan membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Meski begitu, ia memiliki ketekunan yang luar biasa. Ketika diperkenalkan pada keterampilan menjahit, Syifa langsung menunjukkan ketertarikan dan kini sudah memiliki kemampuan menjahit yang baik.

Dalam proses pelatihan mandiri, Syifa kini sudah bisa menggunakan motor listrik dan sedang dibiasakan untuk keluar rumah, misalnya berbelanja ke warung menggunakan daftar belanjaan. Syifa juga sering dititipkan di Roemah Difabel Consulsive, tempat yang menyediakan pelatihan kemandirian bagi penyandang disabilitas. Di sana, ia mendapatkan makan siang dan uang saku sebesar Rp 100.000 per bulan.

Salah satu motivasi besar yang diterima Syifa datang dari bantuan komputer yang diberikan oleh Yayasan Pusaka, hasil dukungan sponsor dari BNI. Meskipun perangkat komputer tersebut jarang digunakan secara langsung, kehadirannya memberi semangat bagi Syifa untuk mempelajari teknologi. Ia lebih sering menggunakan laptop milik kakaknya karena lebih praktis, dan kini mulai belajar mengetik serta menjalankan aplikasi komputer. Komunitasnya turut memberikan dukungan dengan menyediakan guru pembimbing—seorang mahasiswa asal Kalimantan yang sedang merantau di Semarang—yang mengajar secara sukarela tanpa biaya.

Pada tanggal 19 Mei 2024, tim Yayasan Pusaka mengunjungi komunitas Roemah Difabel yang berlokasi di Jl. Untung Suropati No. 14-56, Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah. Dalam kunjungan tersebut, tim mendapatkan banyak pembelajaran mengenai metode pelatihan mandiri untuk anak berkebutuhan khusus. Roemah Difabel memiliki program pelatihan bermalam untuk mengasah kemandirian anak, termasuk kegiatan mencuci pakaian dengan tangan. Pelatihan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap asesmen, tahap penggalian potensi dan minat anak, hingga tahap pelatihan intensif sesuai bakat dan kebutuhan masing-masing anak.

DAOP 5, Purwekerto

Adindar Setiawan Putra adalah anak dari almarhum Supardi dan saat ini duduk di kelas 1 SMA. Ia merupakan anak berkebutuhan khusus, dengan kondisi kaki dan penglihatan yang tidak normal. Ibunya mengalami gangguan penglihatan dan tidak dapat melihat. Di lingkungan sekolah, Adindar kerap menjadi sasaran perundungan dari teman-temannya karena kondisi fisiknya, terutama terkait dengan kaki dan matanya.

Sebagai bentuk perhatian dan dukungan terhadap kondisi Adindar, Yayasan Pusaka memberikan bantuan berupa handphone, headphone, dan jaket. Bantuan ini diharapkan dapat menunjang aktivitas belajar Adindar, sekaligus memberikan semangat baru dalam menghadapi tantangan sehari-hari, baik di sekolah maupun di lingkungan sosialnya.

DIVRE IV, Tanjung Karang

M. Aqil Wicaks adalah anak dari almarhum Bapak Supriyadi sorang pensiunan PT KAI dan Ibu Wiwik Prihatin. Saat ini, Aqil yang beruit 15 tahun termasuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus dengan kondisi speech delay atau keterlambatan dalam perkembangan bicara. Kondisi ini membuat Aqil membutuhkan perhatian dan pendampingan khusus dalam proses komunikasi dan belajar sehari-hari.

Meski menghadapi tantangan dalam hal berbicara, Aqil tetap menunjukkan semangat dalam menjalani aktivitasnya. Sang ibu, Ibu Wiwik, dengan penuh kesabaran dan kasih sayang terus mendampingi pertumbuhan Aqil, berusaha memahami kebutuhannya serta mendukungnya agar dapat berkembang sesuai potensi yang dimiliki.

Yayasan Pusaka turut hadir memberikan perhatian terhadap kondisi Aqil dan keluarganya, sebagai bagian dari komitmen untuk mendukung anak-anak berkebutuhan khusus agar tetap memiliki kesempatan untuk berkembang dan mendapatkan akses yang layak terhadap pendidikan maupun kehidupan sosial.

M. Ilham adalah seorang pemuda penyandang disabilitas fisik yang saat ini berusia 26 tahun. Ia merupakan anak dari almarhum Bapak Supriyadi pensiunan PT KAI dan Ibu Leni Artiana. Sejak kecil, Ilham telah hidup dengan keterbatasan fisik yang memengaruhi mobilitas dan aktivitas sehari-harinya. Namun, di tengah keterbatasan tersebut, Ilham tetap berusaha menjalani hidup dengan semangat.

Sang ibu, Ibu Leni, menjadi sosok utama yang dengan sabar dan penuh kasih mendampingi Ilham dalam berbagai aspek kehidupan. Kehilangan sosok ayah membuat perjuangan keluarga ini semakin berat, namun tidak menyurutkan tekad mereka untuk tetap kuat dan bertahan.

Yayasan Pusaka hadir memberikan perhatian kepada Ilham sebagai bagian dari komitmen dalam mendukung anak-anak dan pemuda berkebutuhan khusus. Dengan pendampingan dan bantuan yang diberikan, diharapkan Ilham bisa tetap memiliki harapan, semangat, serta peluang untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya.

Annisa adalah seorang remaja berusia 19 tahun yang merupakan penyandang disabilitas fisik. Ia adalah anak dari almarhum Bapak Hermansyah, seorang pensiunan pegawai PT KAI, dan Ibu Supatmi. Sejak kecil, Annisa hidup dengan keterbatasan fisik yang memengaruhi mobilitas dan aktivitasnya sehari-hari.

Kehilangan sosok ayah tercinta membuat perjalanan hidup Annisa dan ibunya semakin menantang. Ibu Supatmi kini menjadi satu-satunya orang tua yang dengan penuh kesabaran dan keteguhan hati terus mendampingi dan merawat Annisa. Dalam kondisi yang serba terbatas, Ibu Supatmi tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya.

Sebagai bentuk perhatian dan komitmen dalam mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus, Yayasan Pusaka memberikan dukungan kepada Annisa. Dukungan ini diharapkan dapat membantu meringankan beban keluarga serta menjadi sumber semangat bagi Annisa agar tetap berdaya, tumbuh, dan memiliki masa depan yang lebih baik.